Kekosongan !!!!!!

Apakah hidup itu semacam imajisme?

Pagi sampai siang tadi saya sebenarnya melakukan banyak hal. Pagi-pagi, setelah bangun tidur. Saya langsung mengejar keberangkatan kapal untuk kembali lagi ke kotaku. menjelang agak siang, saya akhirnya sampai juga di tujuan.

Dengan semua aktivitas di awal hari itu, saya sama sekali tak membayangkan akan menemui kekosongan. Tapi, di luar dugaan, ketika saya ketemu dengan sahabat saya yang paling akrab, saya justru merasai kekosongan itu. Tiba-tiba saya teringat beberapa beban, beberapa pekerjaan yang belum saya selesaikan, sambil merasa belum banyak berbuat apa-apa. Pada titik itu pula, rasa kosong muncul di hati saya. Kekosongan itu pula yang barangkali “merusak” pertemuan tadi.

Kami sempat berbicara dan sedikit berdebat tentang mau ke mana dan melakukan apa siang itu. Karena sama-sama tak menemukan ide, akhirnya kami memutuskan berpisah, dan saya langsung menuju ke kantor.

Di jalan, sembari mengendarai mobil, saya melamun dan merasai bahwa hati saya memang benar dihinggapi kekosongan. Kekosongan itu pula yang tiba-tiba saja membuat kening saya berkerut dan hari terasa jadi lebih berat.

Ketika hari menjelang sore, saya teringat pada Sapardi Djoko Damono dan sebuah puisinya yang mencerminkan “kekosongan”. Saya cari buku Sapardi di antara tumpukan buku yang ada dan kemudian membuka-buka halamannya, mencari puisi yang meruapkan “kekosongan” itu. Dan inilah puisi yang saya maksud:

Puntung rokok dan kursi bercakap tentang seseorang yang tiba-tiba menghela nafas panjang lalu berdiri.Bunga plastik dan lukisan dinding bercakap tentang seorangyang berdiri seperti bertahan terhadap sesuatu yang akan menghancurkannya.
Jam dinding dan penanggalan bercakap tentang seorang Yang mendadak membuka pintu lalu cepat-cepat pergi tanpa menutupnya kembali. Topeng, yang bergantung di dinding itu,
yang mirip wajah pembuatnya, tak berani mengucapkan sepatah kata pun;
ia merasa bayangan orang itu masih bergerak dari dinding kedinding;
ia semakin mirip pembuatnya karena sedang menahan kata-kata.

Puisi yang berjudul “Percakapan dalam Kamar” itu memang penuh dengan benda-benda: puntung rokok, kursi, bunga plastik, lukisan, jam, tanggalan, dan topeng. Tapi, semua benda itu justru tak memberikan kesan “penuh” di sana. Kesan yang timbul ketika saya merenungi puisi itu adalah “kekosongan”.

Hari ini, saya merasai diri hampir mirip dengan “seseorang” dalam sajak Sapardi tadi. Kekosongan yang tiba-tiba berkunjung sepertinya menghilangkan “emosi baik” yang saya punyai sebelumnya. Saya tiba-tiba suka melamun, dan memandang ke depan tanpa batas, tanpa tahu apa yang sebenarnya saya pandang. Cuma, alasan yang benar-benar rasional kenapa saya jadi demikian tak saya ketemukan.

Ah, jangan-jangan, terkadang hidup memang menjelma jadi semacam imajisme.

No comments: