Bulan Sabit yang Condong ke Barat (Chapter 2)

Masih dengan Kopi dan Bulan sabit yang condong ke Barat ….


Rasa diri yang tidak sempurna itulah yang aku punya, dan inilah yang semoga dapat Engkau pahami, bahwa aku takut luar biasa, takut betul bahwa aku yang bukan siapa- siapa ini begitu tidak berharga dimatamu, apakah pantas aku yang hanya punya rasa dan punya hati ini aku menjawab semua rasa kangenmu ?


Kopi makin dingin, dikejauhan suara deburan ombak terdengar sayup, seperti berbisik malah, ombak yang menerjang dengan buas, dan tak sedikit pula orang tergulung dalam arusnya. Termasuk aku dan sejak itulah setiap saat aku selalu bertanya ke Emak dan Bapak, bagaimana agar aku tidak terseret dalam arus jika menentukan pilihan.


Sampai suatu saat aku berkata “Maafkan, Putramu yang nakal ini, terseret lagi sebuah arus yang begitu deras, arus rasa, rasa untuk mencintai…”
Emak dengan tersenyum menjawab, “seberapa kuat, seberapa jauh terseret Putraku?”
“Kuat mak, begitu kuat!!”
Dengan senyum lagi emak berkata “jika terlalu kuat maka perjuangkanlah, karena jika engkau melawan arus, maka niscaya rasa yang kau miliki, hati yang menjadi segala pusat rasa itu, akan semakin hancur terhantam derasnya ombak itu “.


Dan suratmu itu, telah menjadikan aku semakin terseret dalam arus, yang engkau siramkan dalam hatiku, Arus rasa Cinta yang tak terbendung, sementara cermin selalu mengkuti, bahwa aku bukanlah siapa siapa, sebuah dilema yang tak berkesudahan.
Aku tahu, bahwa aku tak memliki Istana yang gemerlap yang dapat kautempati saat ini, yang penuh dengan kegelimangan kesenangan, namun, jika Istana itu memang ada, maka Aku dan Engkau bisa memperjuangkannya bersama… Andai saja Engkau tahu itu…


Aku tersedak, tiba-tiba kopi menjadi sangat pahit, namun aku telan juga karena itulah yang aku punya saat ini. Rasa pahit yang membuatku kembali tersadar, aku hanyalah manusia hina dina dan bukan siapa2, tapi kuharap engkau menghormati rasa yang aku punya, jangan siramkan kopi yang pahit, atau bahkan racun yang menjadikan rasa itu mati. Karena hanya rasa dan hati itulah yang aku punya.


Ingatkah ??? engkau yang menyeretku aku kedalam arus itu, arus rasa, maka jangan biarkan aku tenggelam dalam arus itu dengan kepahitan, dan engkau tersenyum penuh kemenangan karena telah dapat memperlakukan aku sedemikian rupa, bahkan ketika kata dan suaramu tak mudah lagi aku dengar, atau bahkan sengaja engkau buang aku dalam arus itu? Duh Gusti… salah apa aku?


Masih dengan Bulan sabit yang condong kebarat, sementara bintang timur dengan angkuhnya di langit timur. Aku telah menjawab kangenmu dengan kangenku. Semoga Engkau dapat memperlakukan aku dengan rasa yang lebih baik.


.
.::. untuk lelaki itu : Kopiku juga terasa pahit saat ini .::.


.

No comments: