Sisi Buruk Desainer Grafis

Orang berpikir, jaman sekarang menjadi desainer grafis itu berbahagia. Bahagia karena itu profesi yang paling berperan di era budaya visual masa kini dan mampu jadi mesin penghasil uang. Cepat kaya. Satu kali bikin logo bisa dibayar ‘M’. Sudah kaya terkenal pula, karena karyanya nampang dimana-mana. Itulah pikiran orang banyak. Tetapi dibalik itu semua sebenarnya jadi desainer grafis itu berbahaya. Berbahaya bagi lingkungan , sesama manusia dan diri desainernya. Desainer grafis ikut andil dalam merusak lingkungan secara tidak langsung. Desainer grafis menghabiskan banyak kertas sebagai kendaraan pesan visualnya. Semakin banyak kertas berarti semakin banyak order proyek bagi desainer dan ini tentunya berarti profit. Tapi bagi lingkungan ini berarti semakin banyak pohon harus ditebangi. Selain itu, desainer grafis juga ikut andil lebih mempercepat perusakkan lingkungan bila mencetak desainnya dengan tinta yang tak ramah lingkungan. Di Barat sudah timbul kesadaran akan keadaan ini, sehingga desainer mulai menggunakkan kertas daur ulang dan tinta ramah lingkungan. Kita perlu memikirkan ini, bukan Cuma sebagai trend desain saja, tetapi sungguh sungguh karena peduli lingkungan. Bahaya berikut adalah bahaya bagi sesama manusia. Mungkin bila kita bandingkan desainer grafis dengan pelukis. Tetaplah desainer grafislah seniman paling berbahaya. Mengapa? Pelukis bisa terkenal keseluruh dunia, namun karyanya terbatas, ia di nikmati di galeri atau museum. Sedang karya desain grafis ada dimana-mana. Beredar dalam bentuk brosur, poster, logo, komik, iklan TV, stiker, kaus dllsbgnya. Pengaruh desain grafis lebih langsung dan ia seni rupa massa yang sangat komunikatif. Komik atau satu simbol negatif dapat berakibat panjang pada moralitas generasi muda. Jadi disinilah bahaya desainer grafis. Desainer grafis sepatutnya jangan hanya memikirkan ’bahagia’ nya saja (kekayaan) tetapi juga potensi ’bahaya’. Etika Desain sangat penting bagi desainer grafis. Poin terakhir adalah bahaya bagi diri desainer grafis. Bila hanya memikirkan ‘bahagia’ /duit tanpa menyadari ‘bahaya’ mengintip, maka desainer akan menjadi psychodesigner, atau desainer psikopat. Tak punya hati nurani lagi. Tak peduli pesan visualnya menghancurkan anak kecil atau hutan, pokoknya yang penting saya lebih kaya dan terkenal. Desainer-desainer semacam itu tampaknya mulai berkeliaran disekitar kita seiring dengan berkembangnya pendidikan desain. Oleh karena itu pendidikan desain grafis jangan hanya mendidik siswa yang handal dan terampil berkonsep dan bervisualisasi kuat. Tapi perlu juga mendidik nurani desainer melalui kurikulum yang holistik dan melalui keteladanan para pendidik desain.


.

4 comments:

Mr.Twins said...

wah..orang pertama nih yang komen....

tetaplah menjadi designer...
(hubungane opo iki..:getok:)

Anonymous said...

wah mr.twins dah masuk to...

aku jd yang kedua nih...

numpang komen yah..

Anonymous said...

Kembali kepada diri masing2, apakah mau egois dengan tidak peduli kepada alam, atau mau berkorban untuk alam dan lingkungan. Sepertinya tidak hanya desainer saja deh, tetapi bisa jadi mereka yang hobi ngabisin kertas hanya untuk bikin skripsi dan revisi yg isinya contek sana sini hanya demi selembar legalitas yang tiada guna dalam dunia real kerja.

Anonymous said...

setuju gw ama atas gw...:D
kayaknya tau nih model coment kayak gini.. wakakakkaka
ehmm emang bukan hanya Desainer Grafis aja yang kayak gitu... semua juga bisa.. Selamatkan Bumi Kita... Kalo Gak sekarang.. Kapan lagi???